Siaran Sinetron Indonesia



Tukang Bubur Naik Haji
Ulasan :
Cerita ini menggambarkan tentang keteladanan seorang tukang bubur, dimana ia memiliki kemauan yang keras untuk mencapai cita – citanya menunaikan ibadah haji. Pada saat pertama kali film ini di angkat ke layar televisi pada tahun 2010, tepatnya hanyalah sebuah FTV yang memiliki durasi sekitar 1 setengah jam. Masyarakat pun menyambut dengan positif, hal itu dapat dilihat dari pengulangan untuk penayangannya kembali di telivisi.
Dilatar belakangi kesuksesan tersebut akhirnya cerita ini diangkat menjadi sebuah sinetron, dan sampai saat ini masih tetap tayang di salah satu stasiun telivisi. Ceritanya tidak jauh beda pada saat masih menjadi FTV, tetapi lama kelamaan konteksnya malah semakin menyimpang dari tema yang dipilih. Salah satunya adalah sudah tidak ada lagi karakter H. Sulam selaku pemeran utama, malah H. Muhidin yaitu peran yang tidak patut dicontoh malah semakin diperbanyak adegannya.

Penjelasan pribadi :
            Untuk tema yang diambil sebenarnya sudah sangat merakyat di masyarakat, yaitu seseorang dari golongan kurang mampu bertekad untuk pergi Haji. Pada awal cerita ini diangkat menjadi sebuah sinetron, banyak sifat – sifat yang bisa diteladani dan dicontoh. Namun lama kelamaan, hal tersebut seakan memudar dan berubah menjadi kearah negatif. Lebih banyak acting yang diperankan dengan mencontoh hal yang buruk di masyarakat, contohnya seperti syirik, fitnah, dan dendam. Dan hal – hal tersebut nampaknya menjadi alur cerita untuk sinetron itu sampai sekarang, tidak ada lagi pesan moral yang mendidik seperti pada saat cerita ini diangkat ke layar televisi.
Seperti kebanyakan sinetron pada umumnya, cerita ini menggambarkan perseteruaan antar sesama. Tetapi alangkah tidak baiknya apabila ada tokoh yang diberi predikat seorang Haji melakukan hal negatif, saya rasa dikehidupan asli pun belum tentu ada seorang haji yang seperti itu. Alur cerita yang dibuat – buat agar para pemirsa merasa “gregetan” dengan tingkah lakunya, mungkin dapat menarik minat untuk beberapa orang. Tetapi lebih banyak orang yang bosan dengan cerita tersebut, yang menjadi cerminan betapa jeleknya kualitas perfilman di negeri ini.

No comments:

Post a Comment